You Are Here: Home» » Jalan Dakwah (Terjal dan Berliku)


Sejarah dakwah, sejak zaman para nabi, adalah sejarah perjuangan, pengorbanan, tantangan, ujian, kesulitan, dan bentuk-bentuk “penderitaan” lainnya. Tak kurang Rasulullah saw. mendapat berbagai ‘hadiah’ dari orang-orang kafir Quraisy, gara-gara beliau aktif melancarkan dakwah. Dari mulai kata-kata yang menyakitkan dan menghina sampai ancaman pembunuhan. Itu digambarkan oleh Allah swt. dalam ayat-Nya:
“Dan ingatlah ketika orang-orang kafir Quraisy membuat makar terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (Al-Anfal:30)

Memilih jalan dakwah sebagai jalan hidup bukanlah pillihan mudah, bukan pula jalan yang serupa dengan jalan berhias taman dipinggirannya apalagi serupa jalan tol yang bebas hambatan. Memilih jalan dakwah adalah pilihan besar yang pasti ujungnya adalah jannah-Nya. Seringkali terdengar sebuah keluhan hati dari saudari disekitar kita bahwa mereka lelah dengan jalan yang telah mereka pilih tersebut, yang jika keluhan itu tidak segera di “treatment” berakibat pada mundurnya mereka dari jalan dakwah ini yang secara otomatis menambah lagi para penonton bukan pemain. Jalan dakwah ketika telah dipilih sebagai jalan hidup maka, pada hakikatnya orang-orang yang telah mundur dari jalan tersebut adalah orang yang sedang tidak berada dalam hidupnya. Ibarat ikan yang keluar dari air lantas menggelepar dan mati. Allah seantiasa memilih hamba-hambaNya yang siap berjuang menegakkan kalimat tauhid.

Allah senantiasa menjadikan dari hamba-hambaNya itu orang-orang yang berjuang dijalanNya dengan harta dan jiwa mereka yang dengan perjuangan itu mereka telah menukarkan hidupnya dengan surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Bukan itu saja tetapi mereka akan diberikan kemenangan yang besar. Suatu janji yang tak mungkin diingkari.
Dalam Al Qur’an Allah Azza wa Jalla telah berfirman:
“Kamu (umat islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah” (Ali-Imran:104)
Kata kuntum dalam ayat ini spesifik disampaikan bukan hanya kepada sahabat, bahwa mereka dikatakan sebaik-baik umat akan tetapi juga diberikan keumuman bagi kaum muslimin yang berdakwah sebab ayat ini mempersyaratkan bahwa sebaik-baik umat adalah mereka yang menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Kemuliaan yang Allah lekatkan kepada suatu kaum atau pun seseorang bukanlah harga yang murah, setiap kemuliaan tidaklah diperoleh dengan mudah tetapi kemuliaan diperoleh dengan masyaqqah sebab thariqah dakwah memiliki banyak ujian sebagaimana juga Allah telah berfirman dalam Al Qur’an:
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji?" (Al-Ankabut:2)

Tidak ada satu pun dalil yang menegaskan bahwa kemuliaan dapat diperoleh dengan predikat-predikat duniawi. Mari kita merenungi bahwa banyak ayat ataupun hadist yang memberikan gambaran bahwa mereka yang mulia antara lain orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya, belajar dan mengajarkan Al Qur’an, serta beriman dan bertakwa. Kemuliaan itu adalah apa yang dinilai mulia oleh Allah SWT. Wallahu A'lam.
Tags:

0 komentar

Leave a Reply